19 November 2013

MENCINTAIMU SEHARI


Apakah cinta itu bisa tumbuh hanya dalam sehari??
Kata orang, cinta tak bisa direncanakan. Kita bahkan tidak pernah tau pada siapa bunga cinta itu akan dijatuhkan. Pun tak bisa memaksa-maksakan perasaan. Karena cinta bisa datang kapan dan dimana saja. Tanpa pernah bisa kita duga.

Sebenarnya aku sama sekali tidak berniat menuliskan hal yang sangat privasi ini dalam postinganku kali ini. Tapi tiba-tiba saja jari-jariku sudah melaju diatas keyboard, menumpahkan semua yang memenuhi otakku sejak kemarin. Bahkan mungkin kemarin itu adalah hari yang paling menyesakkan.
Entahlah, aku bingung harus memulainya dari mana. Yang pasti, semua yang baru saja terjadi adalah karena kesalahanku sendiri. Ibarat aku yang bermain api, maka kelak aku pun harus siap jika terbakar sendiri.

Aku bingung harus memulai ceritaku dari mana. Mungkin cerpen ini bisa mewakili semuanya. Sebenarnya, cerpen ini aku tulis setelah melewati sehari bersamamu yang penuh cerita. Dan cerpen ini juga sempat aku kirimkan ke LMCR 2013, bersama 3 cerpen lainnya.
Tadinya, aku berniat akan memberikan cerpen ini padamu kalau cerpen ini menang. Tapi sayangnya bukan cerpen ini yang terpilih sebagai pemenangnya. Hingga niat itu kubatalkan. Dan cerpen ini hanya akan tersimpan dalam laptop saja tanpa pernah ada yang membacanya.

Tapi setelah kejadian kemarin (yang membuat aku sempat nangis karena takut dan sedih), aku memutuskan untuk membiarkan kamu dan orang lain membacanya. Mungkin dengan begitu kamu bisa mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dan orang yang berniat menjodohkan kita tidak akan kecewa dengan kenyataan yang ada. Bukannya aku menolak semua ini, hanya saja kita yang berbeda. Aku benar-benar merasa bersalah pada diriku sendiri, karena aku yang telah memulainya. Sementara aku sendiri tidak tau bagaimana cara mengakhirinya.
Akhh.... aku benar-benar bingung. Seandainya kamu membaca tulisan ini, tolong katakan padaku bagaimana aku harus bersikap sekarang??


Mencintaimu Sehari
Sebuah Cerpen karya Murthy F. Rone

Ada sesuatu didunia ini yang kadang tidak berjalan sesuai kehendak, meskipun kita sudah merencanakannya matang-matang. Menyimpannya dalam kotak ingatan, lalu menguncinya rapat dengan gembok harapan. Semilir udara pun tak kuasa masuk menembusnya, menghapus jejak atau sekedar mengusik sesaat.
                Aku memang tak pernah berpikir untuk jatuh cinta padamu, meski hanya sekejap, lalu membiarkannya lenyap bersama malam yang gelap. Aku juga tidak pernah berharap bayanganmu akan menghuni sebagian otakku, mengaliri seluruh sel darahku, hingga membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat. Aku bahkan tidak pernah merencanakan untuk mencintaimu, memilih menempatkan hatiku direlung hatimu. Tidak. Sampai akhirnya yang terjadi tak ubah dengan alur nasib yang terbalik. Aku jatuh cinta padamu sejak melewati sehari bersamamu.           
*****
Langit mendung. Awan hitam nampak menggelantung. Bunyi gemuruh saling bersahutan pertanda akan turunnya hujan
“Sepertinya kita harus melaju” ujarmu dari balik helm, tanpa menoleh kearahku yang duduk diboncenganmu. Mungkin kamu berniat menghindari hujan yang seolah sedang mengejar laju motor kita
“Peganganlah yang erat” lanjutmu lagi, berbaur bersama hembusan angin yang menyamarkan suara pelanmu, hingga aku harus sedikit mendekatkan wajahku kearahmu agar bisa mendengarnya dengan jelas. Aku kemudian menggenggam erat pangkal jaketmu dan tiba-tiba saja hatiku terasa bergetar.
Meskipun sudah lama berada dalam lingkup kantor yang sama, tapi ini pertama kalinya kita melakukan perjalanan berdua. Secara kebetulan kita mendapat tugas meliput berita disuatu desa. Dan mengharuskan kita pergi bersama. Mengendarai motor karena jalannya yang tidak mendukung untuk dilalui mobil mewah.
Ini pertama kalinya aku bicara denganmu dari jarak yang cukup dekat, hanya berada beberapa centi dari balik punggungmu. Hingga aku bisa merasakan hangatnya, beda dengan sikapmu yang selama ini dingin. Bahkan setauku, kita tidak pernah bercerita lama, paling hanya sekedar say hello saja.
Dua puluh menit perjalanan akhirnya mengantarkan kita pada sebuah desa yang lumayan terpencil. Hanya ada sekitar dua puluhan rumah disini. Dan gemuruh pun menepati janjinya untuk mengirimkan hujan ke bumi. Aku dan kamu bergegas berlindung disalah satu rumah warga yang menjadi objek berita kita kali ini.
Sekali lagi aku dibuat takjub oleh sikapmu. Kamu yang selama ini terkesan introvert dan menutup diri. Kamu yang terlihat sedikit tidak peduli. Tapi kali ini berbeda saat kamu mewawancarai salah seorang warga yang sudah cukup tua. Bahasamu sangat sopan dan sikapmu dewasa. Bahkan sesekali kamu tertawa bersama mereka. Sebuah tawa lepas yang tidak pernah kulihat sebelumnya.
Dan aku mulai memperhatikanmu. Wajahmu, gerak tubuhmu dan tutur katamu. Rasanya aku mulai menyukai semua itu. Meski aku yakin kalau kamu bukanlah tipe cowok impianku. Tinggi badanmu sangatlah jauh dari kriteria idamanku. Berat badanmu juga melebihi tipe idealku. Dan usiamu, sedikit lebih jauh diatasku. Tapi entahlah, saat berada didekatmu kali ini, aku mulai merasa nyaman. Aku merasa terlindungi dengan sikapmu yang dewasa. Aku juga suka mendengar saat kamu berbicara. Sepertinya aku mulai menyukai semua yang ada pada dirimu.
Hujan masih turun dengan derasnya. Dan aku terus memandanginya dari balik teras rumah salah seorang warga, sambil menjulurkan tanganku memainkan airnya. Aku menarik nafas begitu dalam. Kusambut semilir angin yang membelai wajahku. Lalu kulepaskan udara penat yang berkerumun diparu-paruku
“Sepertinya kita belum bisa pulang sampai hujannya reda” ujarmu yang tiba-tiba sudah duduk disebelahku. Aku hanya tersenyum menjawabnya
“Tapi ini bisa meredam lamanya waktu kita menunggu” ujarmu lalu mengeluarkan sebungkus kuaci dari dalam tasmu “Mau coba?” lanjutmu membuatku seketika tertawa.
Kita seolah terjebak dalam masa kanak yang tidak cukup bahagia. Berusaha menghabiskan biji-biji kuaci yang ternyata begitu sulit mengupasnya, hingga membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk bisa menghabiskannya. Hingga waktu yang berlalu sangat tidak terasa. Apalagi sudah banyak kisah yang kamu ceritakan. Tentang keluargamu, perjalanan kariermu dan kehidupanmu sebagai anak kost. Tawa lepas pun terus mengalir dari bibirku. Seolah setiap kisah yang kamu ceritakan mampu membuatku tertawa.
Aku bahkan sempat tidak percaya saat kamu dengan bangganya mengakui Sinetron Favoritmu adalah Gajah Mada. Dan yang lebih parah, cowok dingin sepertimu ternyata sangat tergila-gila dengan Goyang Caesar yang lagi mendunia. Perutku bahkan sampai sakit karena tak sanggup menahan tawa.
Sampai akhirnya tawaku tiba-tiba terhenti, ketika tanpa kuminta kamu dengan jujurnya menceritakan kisah cintamu dengannya.
Kamu yang mencintai seorang wanita yang sudah lama menjadi sahabatmu, namun baru dua tahun ini kamu mengungkapkan perasaanmu padanya. Seorang wanita dengan tatapan lugu yang menggungat, serta tutur katanya yang memikat, seolah mampu membuatmu mematung sejenak. Mengatur jarak agar tangan tetap bergandeng erat. Larut dalam buaian yang memahat setiap jengkal harapan dan daya ingat.
Bagimu, ini bukan sekedar cinta, bukan sekedar memahami rasa, memaknai hangatnya rindu atau sekedar menahan gejolak cemburu. Betapa sering doa kamu panjatkan atas namanya, betapa banyak lembar kertas yang kamu tulisi sejuta harapan untuknya. Dan berapa harga yang sudah kamu bayar hanya untuk kebahagiaannya.
Tapi akhirnya kamu terdiam tak mengerti. Saat orang yang kamu cintai lebih sering mengarahkan pandangannya ke lain sisi. Kearah belakangmu yang paling kamu benci, arah dimana seseorang yang lain berdiri. Hingga bentangan jarak menjadi tumbal perpisahan yang dia beri. Laksana mengepakkan sayap pedih, lalu membiarkanmu jatuh tersungkur ke bumi.
“Aku mencintainya saat pertama kali sapa lembutnya terucap dan mata lugunya menggungat. Hingga tanpa terasa lajunya dua tahun aku bertahan untuk cintanya. Kubela dia tanpa harus peduli siapa dia. Kucintai dia tanpa harus bertanya apa alasannya. Bukankah cinta memang tak pernah butuh alasan??” ucapanmu membaur bersama hembusan angin yang menari dalam kering. Hening. Meski banyak yang ingin kukatakan, namun lidahku seolah keluh tak bergeming. Aku hanya memandangmu yang duduk disebelahku dengan kepala tertunduk, seolah ingin menghindari tatapan satu meterku.
Hujan pun perlahan mulai berhenti, tetapi tidak dengan potongan-potongan kecil pertanyaan yang masih menggantung dibibirku. Rasanya waktu begitu cepat  berlalu. Padahal aku masih ingin mengenalmu lebih jauh, mencari tau lebih banyak tentangmu. Tapi karena hujan sudah berhenti, kita berdua pun harus segera kembali. Dan mungkin tak akan pernah bersama lagi seperti saat ini.
Aku kembali duduk diboncenganmu, dengan tanganku yang masih menggengam erat pangkal jaketmu. Hanya sebatas itu, meski aku begitu ingin memeluk pinggangmu. Namun tidak ada alasan tepat bagiku untuk melakukan itu. Perjalanan yang kita tempuh tidak sesingkat yang aku pikirkan. Setidaknya ini lebih dari cukup untuk hari ini. Tapi entah mengapa, semakin mendekati tujuan, aku merasa semakin ada yang kurang. Jarum jam seolah berputar begitu kencang. Hingga sehari rasanya hanya sejam.
“Kamu baik-baik saja?” ujarmu memecah kebisuan. Dan kali ini kamu bertanya sambil berbalik menatap aku yang duduk diboncenganmu, hingga wajah kita nyaris bersentuhan. Aku terlonjak kaget dan berusaha menghindari wajahmu. Tapi belum juga aku sempat menjauhi punggungmu, laju motormu tiba-tiba direm paksa karena ada lubang yang luput dari penglihatanmu. Mungkin karena tadi kamu sempat berbalik menatap wajahku. Hingga tanpa bisa kucegah, tubuhku refleks merapat dipunggungmu dan tanganku tanpa sadar memeluk pinggangmu. Tapi sungguh, aku tidak sengaja melakukannya dan kamu pasti tau itu.
Entah mengapa kejadian beberapa detik itu membuat jantungku semakin berdebar tak karuan. Sementara kamu pun akhirnya lebih banyak diam. Dan perjalanan kita hampir menempuh jarak penghabisan. Aku dan kamu masih hanyut dalam keheningan.
                Apakah cinta itu bisa tumbuh hanya dalam sehari?
Kata orang, cinta tak bisa direncanakan. Kita bahkan tidak pernah tau pada siapa bunga cinta akan dijatuhkan. Pun tak bisa memaksa-maksakan perasaan. Karena cinta bisa datang kapan dan dimana saja. Tanpa pernah bisa kita duga.
                Cinta pun tak bisa dihindari. Sekalipun kita memaksa diri untuk lari sembunyi. Karena perasaan cinta itu alami. Dan kelak waktu yang bisa memastikannya sebagai perasaan abadi.
                Ini tentang sehari kita bersama.  Seolah ingin mengulur waktu lebih lama. Agar kita berdua masih bisa terus bersama. Menikmati canda dan tawa, juga saling berbagi kisah. Dan kita masih bisa saling memandang lebih lama. Karena setelah ini, segala yang terjadi mungkin hanya akan mengendap dalam memori. Karena setelah hari ini, semuanya akan kembali menjadi biasa, seolah tidak pernah ada rasa yang pernah tercipta.
Aku bahagia pernah mengenalmu. Dan mungkin aku telah jatuh cinta karena sehari bersamamu. Meski setelah hari ini, aku tak boleh jatuh cinta lagi. Karena cinta kita berdua adalah terlarang. Perbedaan keyakinan seolah menjadi jarak yang membentang. Dan sebelum jatuh terlalu dalam, sebaiknya perasaan ini kita redam.
Memang tak ada yang salah dengan cinta, karena dia bisa jatuh menimpa siapa saja. Bukan juga kesalahan kita yang terlahir dengan keyakinan yang berbeda. Karena semua yang terjadi adalah bagian dari kisah yang mewarnai perjalanan hidup setiap manusia.
Aku tidak pernah merencanakan melewati hari ini bersamamu. Aku juga tidak pernah merencanakan untuk jatuh cinta padamu. Semuanya terjadi begitu saja tanpa bisa kucegah. Padahal aku sudah tau kalau kita berbeda. Kini semuanya sudah terjadi. Waktu pun tak bisa diputar mundur lagi. Dan mencintaimu sehari... tak akan pernah kusesali ***