Apakah cinta itu bisa tumbuh hanya dalam sehari??
Kata orang, cinta tak bisa direncanakan. Kita
bahkan tidak pernah tau pada siapa bunga cinta itu akan dijatuhkan. Pun tak
bisa memaksa-maksakan perasaan. Karena cinta bisa datang kapan dan dimana saja.
Tanpa pernah bisa kita duga.
Sebenarnya aku sama sekali tidak berniat menuliskan
hal yang sangat privasi ini dalam postinganku kali ini. Tapi tiba-tiba saja
jari-jariku sudah melaju diatas keyboard,
menumpahkan semua yang memenuhi otakku sejak kemarin. Bahkan mungkin kemarin
itu adalah hari yang paling menyesakkan.
Entahlah, aku bingung harus memulainya dari mana.
Yang pasti, semua yang baru saja terjadi adalah karena kesalahanku sendiri.
Ibarat aku yang bermain api, maka kelak aku pun harus siap jika terbakar
sendiri.
Aku bingung harus memulai ceritaku dari mana.
Mungkin cerpen ini bisa mewakili semuanya. Sebenarnya, cerpen ini aku tulis
setelah melewati sehari bersamamu yang penuh cerita. Dan cerpen ini juga sempat
aku kirimkan ke LMCR 2013, bersama 3 cerpen lainnya.
Tadinya, aku berniat akan memberikan cerpen ini padamu
kalau cerpen ini menang. Tapi sayangnya bukan cerpen ini yang terpilih sebagai
pemenangnya. Hingga niat itu kubatalkan. Dan cerpen ini hanya akan tersimpan
dalam laptop saja tanpa pernah ada yang membacanya.
Tapi setelah kejadian kemarin (yang membuat aku
sempat nangis karena takut dan sedih), aku memutuskan untuk membiarkan kamu dan
orang lain membacanya. Mungkin dengan begitu kamu bisa mengerti apa yang
sebenarnya terjadi. Dan orang yang berniat menjodohkan kita tidak akan kecewa
dengan kenyataan yang ada. Bukannya aku menolak semua ini, hanya saja kita yang
berbeda. Aku benar-benar merasa bersalah pada diriku sendiri, karena aku yang telah
memulainya. Sementara aku sendiri tidak tau bagaimana cara mengakhirinya.
Akhh.... aku benar-benar bingung. Seandainya kamu
membaca tulisan ini, tolong katakan padaku bagaimana aku harus bersikap
sekarang??
Mencintaimu Sehari
Sebuah Cerpen karya Murthy F. Rone
Ada sesuatu didunia ini yang kadang tidak berjalan
sesuai kehendak, meskipun kita sudah merencanakannya matang-matang.
Menyimpannya dalam kotak ingatan, lalu menguncinya rapat dengan gembok harapan.
Semilir udara pun tak kuasa masuk menembusnya, menghapus jejak atau sekedar
mengusik sesaat.
Aku memang tak
pernah berpikir untuk jatuh cinta padamu, meski hanya sekejap, lalu
membiarkannya lenyap bersama malam yang gelap. Aku juga tidak pernah berharap
bayanganmu akan menghuni sebagian otakku, mengaliri seluruh sel darahku, hingga
membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat. Aku bahkan tidak
pernah merencanakan untuk mencintaimu, memilih menempatkan hatiku direlung hatimu.
Tidak. Sampai akhirnya yang terjadi tak ubah dengan alur nasib yang terbalik.
Aku jatuh cinta padamu sejak melewati sehari bersamamu.
*****
Langit mendung. Awan hitam nampak menggelantung.
Bunyi gemuruh saling bersahutan pertanda akan turunnya hujan
“Sepertinya kita harus melaju” ujarmu dari balik
helm, tanpa menoleh kearahku yang duduk diboncenganmu. Mungkin kamu berniat
menghindari hujan yang seolah sedang mengejar laju motor kita
“Peganganlah yang erat” lanjutmu lagi, berbaur
bersama hembusan angin yang menyamarkan suara pelanmu, hingga aku harus sedikit
mendekatkan wajahku kearahmu agar bisa mendengarnya dengan jelas. Aku kemudian
menggenggam erat pangkal jaketmu dan tiba-tiba saja hatiku terasa bergetar.
Meskipun sudah lama berada dalam lingkup kantor
yang sama, tapi ini pertama kalinya kita melakukan perjalanan berdua. Secara
kebetulan kita mendapat tugas meliput berita disuatu desa. Dan mengharuskan
kita pergi bersama. Mengendarai motor karena jalannya yang tidak mendukung
untuk dilalui mobil mewah.
Ini pertama kalinya aku bicara denganmu dari
jarak yang cukup dekat, hanya berada beberapa centi dari balik punggungmu.
Hingga aku bisa merasakan hangatnya, beda dengan sikapmu yang selama ini
dingin. Bahkan setauku, kita tidak pernah bercerita lama, paling hanya sekedar say hello saja.
Dua puluh menit perjalanan akhirnya mengantarkan
kita pada sebuah desa yang lumayan terpencil. Hanya ada sekitar dua puluhan
rumah disini. Dan gemuruh pun menepati janjinya untuk mengirimkan hujan ke
bumi. Aku dan kamu bergegas berlindung disalah satu rumah warga yang menjadi
objek berita kita kali ini.
Sekali lagi aku dibuat takjub oleh sikapmu. Kamu
yang selama ini terkesan introvert dan
menutup diri. Kamu yang terlihat sedikit tidak peduli. Tapi kali ini berbeda
saat kamu mewawancarai salah seorang warga yang sudah cukup tua. Bahasamu
sangat sopan dan sikapmu dewasa. Bahkan sesekali kamu tertawa bersama mereka.
Sebuah tawa lepas yang tidak pernah kulihat sebelumnya.
Dan aku mulai memperhatikanmu. Wajahmu, gerak tubuhmu
dan tutur katamu. Rasanya aku mulai menyukai semua itu. Meski aku yakin kalau
kamu bukanlah tipe cowok impianku. Tinggi badanmu sangatlah jauh dari kriteria
idamanku. Berat badanmu juga melebihi tipe idealku. Dan usiamu, sedikit lebih
jauh diatasku. Tapi entahlah, saat berada didekatmu kali ini, aku mulai merasa
nyaman. Aku merasa terlindungi dengan sikapmu yang dewasa. Aku juga suka
mendengar saat kamu berbicara. Sepertinya aku mulai menyukai semua yang ada
pada dirimu.
Hujan masih turun dengan derasnya. Dan aku terus
memandanginya dari balik teras rumah salah seorang warga, sambil menjulurkan
tanganku memainkan airnya. Aku menarik nafas begitu dalam. Kusambut semilir
angin yang membelai wajahku. Lalu kulepaskan udara penat yang berkerumun
diparu-paruku
“Sepertinya kita belum bisa pulang sampai
hujannya reda” ujarmu yang tiba-tiba sudah duduk disebelahku. Aku hanya
tersenyum menjawabnya
“Tapi ini bisa meredam lamanya waktu kita
menunggu” ujarmu lalu mengeluarkan sebungkus kuaci dari dalam tasmu “Mau coba?”
lanjutmu membuatku seketika tertawa.
Kita seolah terjebak dalam masa kanak yang tidak
cukup bahagia. Berusaha menghabiskan biji-biji kuaci yang ternyata begitu sulit
mengupasnya, hingga membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk bisa
menghabiskannya. Hingga waktu yang berlalu sangat tidak terasa. Apalagi sudah
banyak kisah yang kamu ceritakan. Tentang keluargamu, perjalanan kariermu dan
kehidupanmu sebagai anak kost. Tawa lepas pun terus mengalir dari bibirku.
Seolah setiap kisah yang kamu ceritakan mampu membuatku tertawa.
Aku bahkan sempat tidak percaya saat kamu dengan
bangganya mengakui Sinetron Favoritmu adalah Gajah Mada. Dan yang lebih parah,
cowok dingin sepertimu ternyata sangat tergila-gila dengan Goyang Caesar yang
lagi mendunia. Perutku bahkan sampai sakit karena tak sanggup menahan tawa.
Sampai akhirnya tawaku tiba-tiba terhenti, ketika
tanpa kuminta kamu dengan jujurnya menceritakan kisah cintamu dengannya.
Kamu yang mencintai seorang wanita yang sudah
lama menjadi sahabatmu, namun baru dua tahun ini kamu mengungkapkan perasaanmu
padanya. Seorang wanita dengan tatapan lugu yang menggungat, serta tutur
katanya yang memikat, seolah mampu membuatmu mematung sejenak. Mengatur jarak
agar tangan tetap bergandeng erat. Larut dalam buaian yang memahat setiap
jengkal harapan dan daya ingat.
Bagimu, ini bukan sekedar cinta, bukan sekedar
memahami rasa, memaknai hangatnya rindu atau sekedar menahan gejolak cemburu.
Betapa sering doa kamu panjatkan atas namanya, betapa banyak lembar kertas yang
kamu tulisi sejuta harapan untuknya. Dan berapa harga yang sudah kamu bayar
hanya untuk kebahagiaannya.
Tapi akhirnya kamu terdiam tak mengerti. Saat
orang yang kamu cintai lebih sering mengarahkan pandangannya ke lain sisi.
Kearah belakangmu yang paling kamu benci, arah dimana seseorang yang lain
berdiri. Hingga bentangan jarak menjadi tumbal perpisahan yang dia beri.
Laksana mengepakkan sayap pedih, lalu membiarkanmu jatuh tersungkur ke bumi.
“Aku mencintainya saat pertama kali sapa
lembutnya terucap dan mata lugunya menggungat. Hingga tanpa terasa lajunya dua
tahun aku bertahan untuk cintanya. Kubela dia tanpa harus peduli siapa dia.
Kucintai dia tanpa harus bertanya apa alasannya. Bukankah cinta memang tak
pernah butuh alasan??” ucapanmu membaur bersama hembusan angin yang menari
dalam kering. Hening. Meski banyak yang ingin kukatakan, namun lidahku seolah
keluh tak bergeming. Aku hanya memandangmu yang duduk disebelahku dengan kepala
tertunduk, seolah ingin menghindari tatapan satu meterku.
Hujan pun perlahan mulai berhenti, tetapi tidak
dengan potongan-potongan kecil pertanyaan yang masih menggantung dibibirku.
Rasanya waktu begitu cepat berlalu.
Padahal aku masih ingin mengenalmu lebih jauh, mencari tau lebih banyak tentangmu.
Tapi karena hujan sudah berhenti, kita berdua pun harus segera kembali. Dan
mungkin tak akan pernah bersama lagi seperti saat ini.
Aku kembali duduk diboncenganmu, dengan tanganku
yang masih menggengam erat pangkal jaketmu. Hanya sebatas itu, meski aku begitu
ingin memeluk pinggangmu. Namun tidak ada alasan tepat bagiku untuk melakukan
itu. Perjalanan yang kita tempuh tidak sesingkat yang aku pikirkan. Setidaknya
ini lebih dari cukup untuk hari ini. Tapi entah mengapa, semakin mendekati
tujuan, aku merasa semakin ada yang kurang. Jarum jam seolah berputar begitu
kencang. Hingga sehari rasanya hanya sejam.
“Kamu baik-baik saja?” ujarmu memecah kebisuan.
Dan kali ini kamu bertanya sambil berbalik menatap aku yang duduk
diboncenganmu, hingga wajah kita nyaris bersentuhan. Aku terlonjak kaget dan
berusaha menghindari wajahmu. Tapi belum juga aku sempat menjauhi punggungmu,
laju motormu tiba-tiba direm paksa karena ada lubang yang luput dari
penglihatanmu. Mungkin karena tadi kamu sempat berbalik menatap wajahku. Hingga
tanpa bisa kucegah, tubuhku refleks merapat dipunggungmu dan tanganku tanpa
sadar memeluk pinggangmu. Tapi sungguh, aku tidak sengaja melakukannya dan kamu
pasti tau itu.
Entah mengapa kejadian beberapa detik itu membuat
jantungku semakin berdebar tak karuan. Sementara kamu pun akhirnya lebih banyak
diam. Dan perjalanan kita hampir menempuh jarak penghabisan. Aku dan kamu masih
hanyut dalam keheningan.
Apakah cinta itu
bisa tumbuh hanya dalam sehari?
Kata orang, cinta tak bisa direncanakan. Kita bahkan tidak pernah tau
pada siapa bunga cinta akan dijatuhkan. Pun tak bisa memaksa-maksakan perasaan.
Karena cinta bisa datang kapan dan dimana saja. Tanpa pernah bisa kita duga.
Cinta pun tak
bisa dihindari. Sekalipun kita memaksa diri untuk lari sembunyi. Karena
perasaan cinta itu alami. Dan kelak waktu yang bisa memastikannya sebagai
perasaan abadi.
Ini tentang
sehari kita bersama. Seolah ingin
mengulur waktu lebih lama. Agar kita berdua masih bisa terus bersama. Menikmati
canda dan tawa, juga saling berbagi kisah. Dan kita masih bisa saling memandang
lebih lama. Karena setelah ini, segala yang terjadi mungkin hanya akan
mengendap dalam memori. Karena setelah hari ini, semuanya akan kembali menjadi
biasa, seolah tidak pernah ada rasa yang pernah tercipta.
Aku bahagia pernah mengenalmu. Dan mungkin aku
telah jatuh cinta karena sehari bersamamu. Meski setelah hari ini, aku tak
boleh jatuh cinta lagi. Karena cinta kita berdua adalah terlarang. Perbedaan
keyakinan seolah menjadi jarak yang membentang. Dan sebelum jatuh terlalu
dalam, sebaiknya perasaan ini kita redam.
Memang tak ada yang salah dengan cinta, karena
dia bisa jatuh menimpa siapa saja. Bukan juga kesalahan kita yang terlahir
dengan keyakinan yang berbeda. Karena semua yang terjadi adalah bagian dari
kisah yang mewarnai perjalanan hidup setiap manusia.
Aku tidak pernah merencanakan melewati hari ini
bersamamu. Aku juga tidak pernah merencanakan untuk jatuh cinta padamu.
Semuanya terjadi begitu saja tanpa bisa kucegah. Padahal aku sudah tau kalau
kita berbeda. Kini semuanya sudah terjadi. Waktu pun tak bisa diputar mundur
lagi. Dan mencintaimu sehari... tak akan pernah kusesali ***