Sepahit
itukah kehidupanmu?
Secangkir kopi hitam pekat tersuguhkan diatas
mejaku, dikuti tatapan penuh selidik dari pelayan yang meletakkannya. Lagu
sendu dari penyanyi pilu seolah mencipta kolaborasi suara lagu merdu yang
terdengar menyatu, mencoba menghabiskan waktu. Aku menatap sekelilingku,
mengamati satu persatu.
Seorang
perempuan diujung meja sana sedang tersipu malu. Didepannya duduk seorang
lelaki yang terus menatapnya. Sang perempuan semakin gugup, wajah putihnya seketika
merona merah. Telapak tangannya terus dibanjiri keringat. Bahkan dibalik suara
penyanyi pilu yang mengalun sendu, aku seolah bisa mendengar degup jantung
perempuan itu. Dug..dug..dug.
Lelaki yang duduk didepannya seolah sudah
memikatnya dengan gaya bicaranya yang dewasa, penampilannya yang bersahaja,
tatapan matanya yang menyala dan senyum manisnya, seketika mengaktifkan bagian
reseptor opioid dalam otaknya. Dan perasaannya menjadi sangat bahagia begitu
saja. Diikuti terjadinya pelepasan hormon dopamine pada bagian otaknya dan
berakhir dengan jatuh cinta. Disaat yang sama perempuan itu juga terlihat
sangat tegang. Itu pasti karena hormone adrenalin.
Aku juga yakin malam nanti perempuan itu akan
sulit tidur akibat hormon norepinefrin, seperti efek yang dialami ketika kamu
meminum kafein.
Orang
selalu bilang cinta datang dari mata turun ke hati. Tapi menurutku itu tidak
sepenuhnya terjadi. Menurutku cinta datang lewat dari indera ke rasio. Artinya,
cinta yang ditangkap lewat indera harus diolah diotak sebelum turun ke hati.
Dan otaklah yang harus menjadi pengendali dari cinta itu sendiri.
Sinyal-sinyal
dari alat indera itu yang merangsang otak untuk memproduksi sejumlah senyawa
kimia yang kemudian menyebar keseluruh tubuh. Karena bagiku, cinta adalah
proses kimiawi, bukan semata emosi.
Jika
orang yang jatuh cinta suka tersenyum, tersipu-sipu, wajahnya memerah, tangan
berkeringat dingin atau nafas tak teratur. Itu semua adalah reaksi kimiawi dari
cinta. Merangsang produksi dopamine dan norepinephrine dibagian otak, yang bila
mengalir ke seluruh tubuh akan menimbulkan perasaan gembira dan bahagia.
Disebelahnya
seorang perempuan duduk dengan hati yang patah. Jika jatuh cinta dianggap
seperti mengkonsumsi kokain, maka patah hati dianalogikan seperti pecandu yang
berhenti mengkonsumsi zat adiktif apapun. Ketika patah hati, seketika tubuh
akan kehilangan
neurotransmitter pengantar perasaan bahagia yang mulanya banyak membanjiri
tubuh. Rasa sakit yang muncul pada saat patah hati bukan hanya sekadar rasa
sakit emosional, namun juga fisik. Secara ilmiah patah hati, perasaan
dicampakkan, dan kekecewaan mengaktifkan bagian otak yang merespons rasa sakit
pada bagian tubuh meski tidak ada luka fisik.
Patah hati juga menyebabkan bagian
korteks prefrontal seseorang menjadi tidak berfungsi, yang berpengaruh pada
kemampuan untuk menganalisis informasi secara objektif. Ketika dihadapkan pada
kondisi ini, otak akan memasuki kondisi panik dan, tubuh akan dibanjiri oleh
hormon stress seperti kortisol dan epinephrine yang mengakibatkan kram, sakit
kepala, nyeri dada, dan kelelahan. Terkadang kondisi ini bertahan cukup lama
bergantung pada seberapa cepat orang tersebut untuk “move on”
Telponku
berdering panjang, membuatku tersentak dari segala penelitianku barusan. Aku
buru-buru mengangkatnya
“Halo”
“Ini
dengan Tuan Arka?”
“Iya
benar”
“Saya sudah membaca pesan anda. Dan sepertinya saya bisa menolong
anda”
“Baiklah”
setelah menerima alamat yang dia kirimkan diponselku, aku bergegas menuju tempatnya.
Kutinggalkan selembar uang lima puluh ribuan diatas meja lalu meninggalkan
kedai ini. Bergegas mencari taksi.
Jalanan
yang kulalui seolah menghempasku pada lorong waktu dimana aku melihat kendaraan
dan orang yang lalu lalang bergerak mundur dalam settingan slow motion. Dan
kenangan seperti bertebaran dimana-mana. Seperti potongan kertas yang
dihamburkan dengan sengaja. Memenuhi sekelebat pandangan mata, sehingga aku tak
bisa melihat hal lainnya kecuali wajahnya. Catatanku memang penuh dengan
ingatan samar masa lalu, ingatan tentang perempuan…. Hingga seorang pria yang
menghela nafas kemudian berlalu. Kemudian mencatatnya untuk terbaca oleh orang
yang tak ingin tahu. Sedikit melegakan untuk menyambut hal-hal yang baru,
hingga aku benar-benar bosan mengingat masa lalu.
Aku
turun dari taksi dan menghampiri sebuah bangunan kecil, yang lumayan jauh dari
perumahan orang-orang. Bangunan dengan cat dasar hijau muda ini berdiri
sendiri, tanpa bangunan lain disebelah kanan dan kirinya. Agak tenang memang,
jauh dari kebisingan. Aku melangkah masuk dan membaca sebuah tulisan dipapan
depannya “Klinik Penghapus Kenangan”. Seketika aku merasa sedang berada
ditempat yang seharusnya
Kehadiranku
lantas disambut seorang perempuan dengan baju mirip perawat dirumah sakit
“Tuan
Arka?” ujarnya mematikan. Aku mengangguk, sambil mengamati seisi ruangan ini.
Sepi
“Silahkan.
Tuan sudah ditunggu dari tadi” lanjutnya lalu mengantarkan aku kedalam sebuah
ruangan. Didalam ruangan sudah menunggu seorang bapak yang berpakaian layaknya
dokter. Hanya saja pakaiannya terkesan lebih santai. Dia memintaku untuk duduk
“Selamat.
Tuan sudah datang ditempat yang
tepat. Saya bisa membantu Tuan” ujarnya percaya diri
“Bagaimana
caranya?” tanyaku tak yakin. Meksipun aku tau teknologi sekarang begitu canggih.
“Tuan
perlu tau kalau ingatan itu seolah-olah terbuat dari kaca, ada dalam keadaan
cair saat sedang dibuat, sebelum berubah menjadi padat. Namun ketika ingatannya
kembali, ia menjadi cair lagi sehingga bisa diubah sebelum sekali lagi diatur
ulang”
“Memori
terbentuk ketika protein menstimulasi sel-sel otak untuk tumbuh dan membentuk
koneksi-koneksi baru, jaringan-jaringan baru, yang akhirnya membangun sirkuit
pikiran manusia. Sejak saat itu memori tersimpan baik di bilik jangka
pendek (short-term) maupun bilik jangka panjang (long-term)”
“Memori jangka panjang bersifat tidak stabil. Ia
cenderung melunak saat dikunjungi. Prosesnya bernama rekonsolidasi. Hal ini
menjelaskan mengapa memori bisa berubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan
respons emosional orang yang bersangkutan terhadap memori tersebut”
“Lalu bagaimana caranya Anda bisa menghapus kenangan
dari otak saya” tanyaku tak mengerti. Bapak didepanku tersenyum penuh arti
“Serahkan pada kami” ujarnya sambil memikirkan,
mungkin dia akan memakai cara pertama “rekonsolidasi” yaitu berusaha
menetralkan perasaan dengan cara memblok norepinapherine. Atau mungkin cara
kedua dengan menghirupkan gas xenon sambil memaksa pasiennya menginat kenangan
yang ingin dihapusnya. Gas ini kemudian akan menargetkan reseptor otak, yang
diasosiasikan dengan ingatan. Proses ini kemudian akan menghilangkan konotasi negatif
dimemori tadi
Aku kemudian dibawa masuk kedalam ruangan berdinding
kaca dengan berbagai alat dan kabel yang tidak aku mengerti. Aku mungkin pernah
melihatnya difilm-film dalam adegan ingin mencuci ingatan. Mungkin prosesnya
juga sama dengan yang akan aku lalui sekarang.
Sebuah alat dipasangkan pada kepalaku. Dan dokter itu
memencet beberapa tombol sehingga menyalakan lampu. Aku tidak merasakan takut
sama sekali, malah aku sangat tidak sabaran melalui proses ini. Kupejamkan
mataku perlahan, dan seketika kenangan itu memenuhi otakku. Berkeliaran disisi
otak kiri dan kanan. Seperti hantu-hantu gentayangan. Alat dikepalaku mulai
berproses. Aku merasa kenangan itu seperti diacak oleh sinar laser yang
ditembakkan. Kepalaku seperti berkunang-kunang, membuatku nyaris kehilangan kesadaran.
Sayup-sayup aku mendengar suara yang entah dari mana
Kamu mungkin bisa menghapus kenangan dari otakmu. Tapi
tidak dengan hatimu.